Judul
:
Demonstrasi Bisa Membwerantas Kemiskinan
Judul Asli : Beyond The Crisis:
Development Strategies In Asia
Penulis
: Amartya Sen (pemenang Nobel Bidang Ekonomi 1998)
Penerjemah :
Yuliani Liputo
Penerbit
: Mizan, Bandung September 2000
Tebal :
100 Halaman
Bila
Pembaca hidup di tahun 1943, pergilah ke Dhaka (sekarang ibu kota Bangladesh)
yang sedang dilanda bencana kelaparan mungkin saudara akan menjumpai seorang
bocah kecil. Dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri orang-orang yang
sedang meratap , memohon beberapa tetes tajin.
Bocah India berumur 10 tahun itu
juga menyaksikan orang-orang mati karena kelaparan. Dan jika pada tahun 1998
masih hidup, tepatnya pada bulan Oktober saudara bisa mendengar dengan telinga
sendiri bagaimana The Royal swedish Academy of Science mengumumkan bahwa bocah
kecil yang dahulu saudara lihat –saat itu telah berusia 43-- dinobatkan
sebagai sebagai peraih Nobel Bidang Ekonomi. Dialah Amartya Kumar Sen; Ekonom
kelahiran Santiniketan (India) yang dinilai telah berjasa dalam ilmu ekonomi
kesejahteraan (welfare economics).
Ingatan
guru besar Universitas Oxford ini --tentang bencana kelaparan yang dia saksikan
semasa kecil-- mendorong semangatnya untuk menemukan penyebab kemiskinan dan
kelaparan dunia dan bagaimana ‘jurus’ untuk melawannya. Menurutnya Bencana
kelaparan lebih disebabkan oleh faktor-faktor sosial dan ekonomi ketimbang
faktor klasik seperti kelangkaan
persediaan pangan ataupun kegagalan
panen. Dalam
buku tipis ini Sen mengajarkan jurus baru untuk melawan kemiskinan dengan krisis
Asia sebagai kiblatnya. Kebanyakan ekonom biasanya memahami krisis keuangan di
Asia (1997-1998) sebagai sebuah kegagalan dalam mengantisipasi karakter arus
modal, yang ternyata terkait dengan sistem ekonomi dan politik setempat.
Pandangan Amrtya Sen tidaklah demikian. Dia menilai krisis itu muncul dan
berkembang karena negara-negara asia telah mengabaikan pengembangan konsep
kebebasan, khususnya kebebasan sebagai sebuah sarana utama pembangunan.
Menurut
profesor bergigi rata itu, untuk
menangani sebuah persoalan di suatu daerah, perlu memahami kejayaan yang pernah
dicapai daerah itu di masa lalu. “bahwa
yang baru haruslah muncul dari yang lama” demikian konsep yang ingin ia
jabarkan. Sen (demikian panggilan profesor rendah hati ini ) yakin bahwa suatu
kesuksesan pasti berlandaskan pada sebuah filosofi yang khas. Sen mencontohkan
Jepang yang telah berhasil menjalankan apa yang kemudian disebutnya sebagai
“Strategi Timur”.
Sen mengajak kita melihat apa yang dilakukan jepang pada era Meiji (1868-1911). Saat itu jepang telah menghabiskan 43 % anggaran perkotaan dan pedesaan untuk pendidikan. Jepang menggalakan program pendidikan sekolah khususnya di kalangan kaum miskin. Apa yang terjadi kemudian ? Pada tahun 1913 mekipun secara ekonomi jepanng belum berkembang, tapi negara matahari terbit ini telah menjadi salah satu produsen buku terbesar di dunia. Hal ini berarti penduduk jepang mayoritas sudah melek huruf. Warga yang lebih berpendidikan menurut Sen tentu saja memiliki tingkat kemampuan dasar lebih tinggi pula. Kita tentu sepakat jika dikatakan bahwa tidak mudah untuk memanfaatkan peluang perdagangan global jika kebutakasaraan penduduk masih membelenggu penduduk sehingga mereka kesulitan untuk ikut serta dalam produksi yang memenuhi standar dan spesifikasi internasional, atau sekedar melakukan kontrol kualitas.
Selain
perluasan pendidikan, Sen menekankan pentingnya pelayanan kesehatan. Perluasan
pendidikan dan peningkatan pelayanan kehidupan akan sangat berpengaruh pada
perbaikan kulaitas kehidupan dan peningkatan produktifitas manusia. Hal ini juga
berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Sen juga meilhat adanya hubungan
pembangunan manusia (perluasan pendidikan dan pelayanan kesehatan) dengan
pengendalian pertumbuhan penduduk. Menurutnya wanita-wanita
yang berpendidikan tentu saja punya kesempatan untuk kerja di luar
sehingga mereka punya alasan yang kuat untuk menurunkan tingkat kelahiran.
Setelah kita mengetahui landasan-landasan kejayaan masa lalu, Sen mengajak kita untuk menengok permasalahan yang sekarang muncul. Pembangunan dianggap berhasil jika bisa memberantas kemiskinan yang berakar, dan mencegah kemiskinan itu datang kembali. Untuk itu diperlukan kebijakan dan lembaga yang khas. Untuk menjamin keselamatan dari bencana (baik bencana alam maupun bencana politik atau kecelakaan sejarah) demokrasi dan politik sangat memainkan peran yang penting. Ketiadaan demokrasi berarti juga terjadi ketidakadilan. Bagaimana hubungan ketidakadilan politik dan kelaparan dan kemiskinan ? Dalam pandangan Amartya Sen, kelaparan bisa saja terjadi tanpa harus berkurangnya persediaan pangan. Hal ini bisa terjadi ketika ada kelompok yang kehilanngan kekuatan pasar (misalnya PHK besar-besaran). Ketidakadilan macam ini menyebabkan macetnya pemerataan distribusi pangan. Selain permasalahan ketidakaadilan, Sen menyebutkan permasalahan individulitas atau sikap egois turut andil dalam kasus ini. Orang cenderung bisa bersatu ketika sukses,tapi ketika gagal mereka bercerai - berai mengurus nasib sendiri-sendiri dengan egois.
Benarkah demokrasi bisa memberantas kemiskinan ?
Pencabutan kebebasan politik dasar dan hak-hak sipil menurut Sen itu dengan sendirinya merupakan suatu pemiskinan. Demokrasi, kebebasan berkumpul dan berpartisipasi sangat berperan untuk memastikan bahwa pemerintah benar-benar menanggapi kebutuhan dan kesulitan rakyat. Oleh karena Sen sangat yakin bahwa kelaparan tidak pernah terjadi di negara dengan bentuk pemerintahan demokratis dan pers yang bebas. Pada bagian penutup Sen mengungkapkan pandangannya tentang pembangunan. Pembangunan dipandangnya sebagai proses peningkatan berbagai jenis kebebasan manusia. Kebebasan itu membutuhkan beragam lembaga yang berjalan dengan baik (termasuk pasar). Dan ia mengingatkan kekurangan secara ekonomis bukanlah satu-satunya jenis kemiskinan yang merapuhakn kehidupan manusia. Kita mesti melihat kehidupan dibawah rezim autoritarian, dominasi kaum pria, terbatasnya kesempatan sekolah, tirani kaum mayoritas, dan lain sebagainya sebagai kemiskinan yang mengerikan. (Eva Wannen Eliza)