Judul                : MERPATI BIRU
Penulis             : Achmad Munif
Penerbit           : NAVILA Yogyakarta
Cetakan I         : Mei 2000
Tebal               : XII + 284
Catatan Belakang :

Novel ini mengisahkan kehidupan mahasiswi yang ‘terjebak’ menjadi pelacur. Persoalan  itu kemudian mencuat menjadi perbincangan dan perdebatan di kampus. Dunia mahasiswa yang penuh idealisme, seakan terusik dan tercoreng. Novel ini sekaligus menghadirkan “gugatan” atau pertanyaan, apakah kampus memang demikian sakral, sehingga tidak bisa menerima fakta sosial yang ada di lingkungannya sendiri. Ataukah kampus bisa secara jernih membedakan antara sebuah instistusi pendidikan, dengan perilaku orang-orang yang ada dalamnya.
Penulis ingin mennghadirkan sebuah fakta yang terlupakan. Mahasiswa, dosen, dan rektor; petani, menteri, pejabat, ataupun rakyat; apapun profesi, status sosial, dan agamanya, semua itu adalah manusia. Pada diri manusia tersimpan potensi kejahatan dan kebaikan, positip dan negatip, bermoral dan amoral.

Ken adalah seorang mahasiswi Psikologi, Universitas Nusantara Yogyakarta. Bapaknya masuk penjara karena tidak sanggup membayar utang. Dan, Ibunya masuk rumah sakit jiwa karena shock berat. Mau tidak mau dialah yang harus ‘menghidupi’ keluarga, termasuk membiayai kuliah adiknya. Sayang sekali dia mengambil jalan pintas, menjadi “perempuan panggilan’, menjadi Merpati Biru. Ken Ratri bukanlah satu-satunya Merpati Biru. Ada beberapa mahasiswi yang seprofesi denganya seperti Nanil, Lusi, dan Tinike. Persoalan ini kemudian diangkat oleh pers mahasiswa “Suara Mahasiswa” yang akhirnya menjadi perbincangan dan pertentangan di antara civitas akademika. Rektor merasa wajah kampusnya tercoreng arang. Para Merpati Biru merasa terteror karena mereka mendapat kiriman “Suara Mahasiswa”  yang memuat tulisan tentang Merpati Biru. Ken dan teman-teman berusaha bersikap cuek, seakan-akan tidak ada apa-apa. Berbeda dengan teman-teman seprofesinya, Ken tidak bisa cuek begitu saja. Ia gugup sekali ketika berangkat ke kampus. Ken terpaksa berbohong ketika adiknya datang dengan membawa “Suara Mahasiswa” dan menanyakan statusnya. Ketika Ken pulang ke Mojokerto, tempat orang tuanya. Dia terkejut dengan perubahan keadaan di rumah. Ibunya sudah pulang dari rumah sakit jiwa dan bapaknya sudah keluar dari penjara. Mereka berdua membuka warung kecil-kecilan. Bahkan, mereka sekarang sudah sholat. Ibunya meminta maaf kepada Ken karena dulu tidak mendidik anak-anaknya dalam persoaalan agama. Kondisi rumah tangga tersebut membuat hati Ken tersadar, teringat kepada Tuhan. Akhirnya dia bertekad untuk meninggalkan dunia gelap.

Penulis membubuhi novel ini dengan kisah romantis. Diceritakan bahwa Satrio, ketua SEMA, jatuh cinta pada Ken walaupun tahu profesinya adalah Merpati Biru. Sebenarnya Ken merasa tidak pantas, tetapi rasa keagresifan Satrio dan rasa ketertarikan pada Satrio sehingga mereka menjalin hubungan yang romantis. Hubungan Satrio dengan Ken ini membuat dia dituntut turun dari jabatan ketua SEMA dengan pertimbangan moral.

Banyak pesan yang bisa kami tangkap dari novel ini. Penulis mencoba, mengangkat realitas dalam dunia kampus yang ternyata sama dengan dunia lain. Di manapun selalu ada sisi positif dan negatifnya, tetapi dalam menyelesaikan setiap masalah kita tidak bisa bertindak serampangan. Kita perlu melihat latar belakang munculnya permasalahan tersebut.
Novel ini semakin memperkuat pendapat bahwa pers adalah salah satu alat kontrol sosial yang lumayan manjur. Dalam novel ini kita bisa mengikuti bagaiman para Merpati Biru mulai bertanya pada dirinya setelah “Suara Mahasiswa” mengangkat berita akan adanya mahasiswi yang ‘nyambi’ sebagi wanita panggilan. Ken dan kawan-kawan merasa terteror. Takut, jangan-jangan teman-teman sefakultasnya sudah tahu profesi gelapnya. Sudah mejadi tabiat manusia bahwa merasa aman ketika melakukan kesalahan yang tidak diketahui orang lain. Ketika orang banyak mengetahui, mereka mulai berfikir. Sejahat-jahatnya manusia, mereka tetap punya hati dan rasa malu. 

Satu hal yang cukup menarik perhatian adalah bagaimana seandainya kita menjadi Ken. Terjerat oleh keadaan yang sangat susah. Bapak Anda masuk penjara karena tak sanggup membeyar hutang dan Ibu Anda masuk rumah sakit jiwa. Andalah satu-satunya orang yang harus menanggung semua beban tersebut di samping harus membiayai kuliah Anda dan adik Anda. Tiba-tiba ada tawaran pekerjaan dengan hasil yang menggiurkan, menjadi wanita panggilan, karena kebetulan Anda adalah wanita yang sangat cantik. Apa yang akan Anda lakukan? Memang susah cari kerja, bahkan ada yang bilang “Cari kerja yang haram saja susah apa lagi yang halal”. Semoga Tuhan senantiasa melindungi kita, menjauhkan kita dari kejahatan. Amien.[](Fifie)